Sabtu, 13 Juni 2015

pengertian HACCP, GMP, GTP,GRP dan SSOP



Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste .
SEJARAH HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .
PENERAPAN HACCP DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut. HACCP merupakan akronim yang digunakan untuk mewakili suatu sistem hazard dan titik kendali kriti (Hazard analysis and critical control point).
HACCP merupakan suatu sistem manajemen keamanan makanan yang sudah terbukti dan didasarkan pada tindakan pencegahan. Identifikasi letak suatu hazard yang mungkin akan muncul di dalam proses, tindakan pengendalian yang dibutuhkan akan dapat ditempatkan sebagaimana mestinya. Hal ini untuk memastikan bahwa keamanan makanan memang dikelola dengan efektif dan untuk menurunkan ketergantungan pada metode tradisional seperti inspeksi dan pengujian.
PRINSIP HACCP
Dalam aplikasinya HACCP mengacu pada beberapa prinsip utama, yaitu :
Prinsip I: mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan dipabrik dan distribusi sampai kepada titik produk panga dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
Prinsip 2: menentukan titik atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut (CCP:critical control point). CCP berarti setiap tahapan di dalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak diterimanya bahan bakunya dan atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip 3: Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam kendali.
Prinsip 4: Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara pengujian dan pengamatan.
Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
Prinsip 6: Menetapkan prosedur ferivikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
Prinsip 7: Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan
Dalam industri pangan, masalah keamanan pangan dapat dipastikan menjadi perioritas utama dan tidak dapat ditawar-tawar walaupun kadang-kadang hal itu di utarakan secara tertulis. Sehingga usaha untuk mencegah terjadinya bahaya keamanan pangan pada umumnya menjadi perioritas, sehingga pada umunya industry mencari suatu sistem yang mampu diterapkan dengan sistem pencegahan, sehingga HACCP menjadi pilihan banyak industry pangan karena HACCP merupakan sistem pengendalian keamanan pangan berdasarkan tindakan pencegahan.
Dalam perkembangannya sistem HACCP ini telah dirasakan telah memberikan efisiensi jaminan keamanan pangan karena beberapa hal, yaitu:
- Sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.
- Merupakan Cost-effective System karena focus pada titik-titik yang kritis terhadap pangan, mengurangi resiko produksi, dan dapat menghasilkan produk yang aman.
- Membuat personil terinformasi akan keputusan-keputusan tentang keamanan pangan dan menghilangkan bias dalam keputusan-keputusannya.
- Menjamin personil dilatih sesuai dengan keputusan penerapan HACCP.
- HACCP telah menjadi sistem keamanan pangan yang universal sehingga akan diterima dimana saja, baik oleh klien maupun regulasi.
Kebutuhan akan sistem keamanan pangan yang efektif
Dalam sistem keamanan pangan konvensional kita mengenal adanya penerapan GMP (Good Manufacturing Practices)/GFP (Good Farming Practices)/GDP (Good Distribution Practices) kemudian pengendalian hygiene, serta inspeksi produk akhir. Sistem konvensional ini belum memberikan jaminan keamanan secara memadai, dan khususnya tingkat ketelusurannya yang rendah. Dalam perkembangan tuntunan keamanan pangan yang lebih baik dan ditemukannya HACCP serta sistem-sistem lainnya, maka dapat dirumuskan suatu sistem keamanan pangan yang mencakup pre-requisite program (persyaratan dasar), prinsip-prinsip HACCP dan program universal manajemen mutu.
Kelemahan-kelemahan HACCP
Dari perkembangannya HACCP terus di “up date” untuk memeperbaiki kekurangan-kekurangannya, dari alasan pengembangan tersebut terdapat beberapa kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya yaitu:
- Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan sistem jaminan keamanan yang efektif disuatu industry;
- Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industry tanpa /sedikit input dari seluruh devisi dalam industry,
- Linkungan HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu yang hanya terfokus pada keamanan pangan, dan hanya juga untuk pangan.
Dalam pengembangan PMMT yang dilakukan oleh Direktorat jendral perikanan,analisa bahaya diharuskan meliputi 3 aspek yaitu:
  • Food Safety (keamanan)
  • Wholesomeness (keutuhan)
  • Economic Fraud (kecurangan ekonomi)
FOOD SAFETY
Yang dimaksud food safety adalah keamanan makanan terhadap berbagai macam bahaya yang menurut jenis penyebabnya dapat dikelompokan menjadi;
1. Bahaya biologis, berasal dari mikroorganisme yang bersifat pathogen seperti:
  • Bakteri (E. coli, Clostorium botulinum, Salmonella spp, Staphilococcus aureus, Vibrio Cholerae); dapat menyebabkan sakit perut, diare, infeksi, keracunan, dan kematian.
  • Virus (Hepatitis A, Norwalk); dapat menyebabkan infeksi hati.
  • Prozoa atau parasit (Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides); dapat menyebabkan desentri, diare,kram perut,kehilangan berat badan, infeksi usus dan paru-paru.
2. Bahaya kimiawi, berasal dari:
  • Scrombrotoxin (histamine); menyebabkan keracunan,alergi;
  • Shellfish toxin:
- Diarrheic shellfish poisoning (DSP); menyebabkan diare;
- Neurotoxic sheilfish poisoning (NSP); meyebabkan gangguan syaraf.
  • Residu Obat-obatan; menyebabkan keracunan;
  • Bahan-bahan kimia yang tidak sengaja ditambahkan ; pestisida,fungisida,herbisida,pupuk, antibiotika,pelumas,cat,pembersih,air raksa, dan lain-lain; dapat menyebabkan keracunan,gangguan fungi organ tubuh, krematian.
3. Bahaya fisika, berasal dari adanya benda-benda seperti pecahan gelas/kaca,logam (peniti, klip, stapler,dll), potongan kayu, rambut,serpihan plastic,tulang duri,potongan kuku,dan sebagainya.
WHOLESOMENESS (Keutuhan)
Kondisi produk yang berkualitas secara professional tentunya sangat diharapkan.kualitas produk pengolahan yang tidak memenuhi standar mutu hasil perikanan,disebabkan:
a. Dekomposisi.
Proses penyesuaian atau perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak factor-faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk prikanan. Secara garis besar dapat disebutkan factor lingkungan, sarana, prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, factor biologis dan sebagainya.
b. Benda-benda Asing.
Benda-benda asing seperti rambut,potongan serangga,cat kuku dan lain-lain sering disebut “filth” akan berpengaruh terhadap nilai suatu produk perikanan. Hal tersebut perlu diantisipasi agar benda-benda asing tersebut jangan sampai berada pada produk perikanan.
c. Tidak Sesuai Sepesifikasi.
Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus sesuai dengan label, yang memberikan keterangan tentang :
  • Jenis Produk Akhir
  • Ukuran
  • Type
  • Grade (tingkat mutu)
  • Berat bersih produk akhir
  • Bahan tambahan makanan
  • Asal Negara
  • Nomor lisensi unit pengolahan
  • Tanggal,bulan,dan tahun produk dibuat.
Economic Fraud (Kecurangan Ekonomi)
Economic fraud adalah tindakan-tindakan tidak legal atau kecurangan yang dapat menimnulkan kerugin ekonomis, misalnya:
  • Salah label
  • Kurang berat
  • Jenis tidak sesuai label
  • Ukuran tidak sesuai
  • Bahan tambahan yang salah
Keamanan Makanan Secara Biologis, Kimia dan Fisika
Didalam upaya pencegahan agar dapat terpenuhinya mutu yang diharapkan, maka tindakan-tindakan yang perlu diambil, antara lain :
  1. Aspek Biologis
- Pengendalian suhu/waktu
- Pemanasan dan pemasakan
- Pendinginan dan pembekuan
- Pengendalian pH
- Penambahan garam atau bahan pengawet
- Pengeringan
- Pengemasan
- Pengendalian sumber
- Pembersih dan sanitasi
2.Aspek Kimiawi
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian pelabelan
3. Aspek Fisika
- Pengendalian sumber
- Pengendalian produksi
- Pengendalian lingkungan


Penerapan HACCP
Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan. Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F . Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar pendukung sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing Practices) , SSOP ( Sanitation Standard Operational Procedure) , SOP ( Standard Operational Procedure ), dan sistem pendukung lainnya.
Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya, maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya yang dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I sampai VI. Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan signifikansinya. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan mempertimbangkan peluang terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan keparahan ( severity ) suatu bahaya.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.
Beberapa kegiatan verifikasi misalnya:
         Penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat
         Pemeriksaan kembali rencana HACCP
         Pemeriksaan catatan CCP
         Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan
         Pengambilan contoh secara acak
         Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan.

Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.
Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat menarik minat pembeli.  Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di dalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission  yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku hingga produk akhir.


Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, untuk memproduksi makanan dan minuman yang baik. GMP menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/MenKes/SK/1978 meliputi: lokasi dan lingkungan pabrik, bangunan, mutu produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higiene karyawan, fasilitas sanitasi, pelabelan, wadah kemasan, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, serta laboratorium dan pemeriksaan.

Standar yang digunakan untuk GMP adalah SK MENKES No. 23/MENKES/I/1978 tentang cara produksi makanan yang baik (CPMB) yaitu meliputi :
1) lokasi pabrik;
2) bangunan;
3) fasilitas sanitasi
4) peralatan produksi;
5) bahan;
6) produk akhir;
7) laboratorium;
8) higiene karyawan;
9) wadah kemasan;
10) label;
11) penyimpanan;
12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; dan

Good Transporting Practices (GTP)

Good Transporting Practices merupakan suatu cara pengangkutan atau pengiriman yang baik yang mampu menjaga agar produk tetap berkualitas dan aman hingga ketujuan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai cara atau sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.

Good Transporting Practices ditinjau menurut New Zealand Food Safety Authhority (2007) :
1.    desain dan konstruksi unit transportasi dan perlengkapannya;
2.    pembersihan dan perawatan unit transportasi;
3.     higienitas dan kesehatan karyawan;
4.    prosedur operasional penerapan Good Operating Practices pada tahap Loading/unloading, transfer dan handling produk, serta transportasi produk;
5.    dokumen kontrol dan record keeping; dan
6.    verifikasi.






Good Retailing Practices (GRP)

Pemerintah memberikan pedoman tentang pelaksanaan ritel yang baik dalam PP no 28 tahun 2004 pasal 8 adalah cara ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
2.    mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang;
3.    mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
4.    mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa kadaluwarsanya; dan
5.    mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembagaan, dan tekanan udara.

Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP)

Standard Sanitation Operational Procedur merupakan aplikasi dari kegiatan GMP dan merupakan prasyarat terlaksananya sistem HACCP yang efektif. SSOP merupakan prosedur yang mewajibkan setiap proses dilakukan dalam kondisi dan cara yang mengaplikasikan sanitasi.

Standard Sanitation Operating Procedures dibandingkan dengan SSOP menurut FDA (1995) tentang sanitasi yang terdiri dari delapan aspek yaitu :
1) keamanan air;
2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan;
3) pencegahan kontaminasi silang;
4) kebersihan pekerja;
5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi;
6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat;
7) pengendalian kesehatan karyawan; dan
8) pemberantasan hama . 

Analisa Resiko Bahaya
No
Bahan Mentah / Bahan Tambahan Makanan
Kelompok Bahaya  (√)
Kategori  Resiko
A
B
C
D
E
F



















Keterangan kelompok bahaya :
A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi, seperti bayi,orang sakit, orang tua dsb    
B = Mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya biologis/kimia/fisik    
C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya                         
D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan
E = Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi /konsumsi
F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen

Keterangan Kategori Resiko
Kategori Resiko
Karakteristik Bahaya
Keterangan
0
Tidak ada bahaya
Tidak mengandung bahaya dari A sampai F
I
( + )
Mengandung SATU bahaya dari B sampai F
II
( + + )
Mengandung DUA bahaya dari B sampai F
III
( + + + )
Mengandung TIGA bahaya dari B sampai F
IV
( + + + + )
Mengandung EMPAT bahaya dari B sampai F
V
( + + + + + )
Mengandung LIMA bahaya dari B sampai F
VI
A + (Kategori Khusus)
Kategori resiko paling tinggi (semua makanan mengandung bahaya A, baik DENGAN atau TANPA bahaya B sampai F